Rabu, 11 Desember 2019

ARTIKEL UPAYA MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENDONGENG PADA SISWA SD DENGAN MEDIA WAYANG UNTUK MENUMBUHKAN NILAI KARAKTER SISWA


UPAYA MENINGKATKAN KETERAMPILAN MENDONGENG PADA SISWA SEKOLAH DASAR DENGAN MEDIA WAYANG UNTUK MENUMBUHKAN NILAI KARAKTER PADA SISWA

Abstrac: Storytelling is an effort to instill noble values in children. Through storytelling, the values of virtue (morality, character, honesty, kindness, independence, or religion, etc.) can be instilled in children easily and pleasantly. Through fairy tales children learn to develop their imagination, increase their ability to communicate, practice listening skills pleasantly, accumulate brain work for cognitive development, express themselves, foster a sense of humor, expand social and emotional horizons, and pick messages or implied conclusions / conclusions behind fairy tales. Storytelling also describes the surroundings or the environment at large, but the description is pleasant. And also improve language skills because a lot of vocabulary that he took from a fairy tale, and moreover when he was interested in reading fables, automatically reading skills or interests had increased. 
Keywords: Storytelling, Puppets, Character values, cognitive skills
Abstrak: Mendongeng merupakan salah satu upaya menanamkan nilai-nilai luhur pada anak. Lewat mendongeng, nilai-nilai keutamaan (moral, budi pekerti, kejujuran, kebaikan, kemandirian, atau keagamaan dan lain-lain) bisa ditanamkan kepada anak-anak dengan mudah dan menyenangkan. Melalui dongeng pula anak-anak belajar mengembangkan daya imajinasi, menambah kemapuannya berkomunikasi, melatih kemampuan mendengar secara menyenangkan, menstumulasi kerja otak untuk perkembangan kognitifnya, mengekspresikan diri, menumbuhkan rasa humor, memperluas cakrawala sosial dan emosional, dan memetik pesan atau amanat/kesimpulan yang tersirat di balik dongeng. Mendongeng juga menggambarkan keadaan disekitar ataupun lingkungannya secara luas, namun penggambarannya secara menyenangkan. Dan juga meningkatkan keterampilan berbahasa karena banyak kosa kata yang ia ambil dari sebuah dongeng, dan terlebih lagi saat ia sudah tertarik dengan bacaan dongeng, otomatis keterampilan atau minat baca ia sudah meningkat.
Kata kunci: Mendongeng, Wayang, Nilai berkarakter
, kognitif, keterampilan

            Indonesia adalah negara yang kaya akan dongeng, khususnya dongeng yang ditujukan untuk anak-anak. Masing-masing wilayah di Indonesia memiliki koleksi dongeng yang mengandung nilai kearifan lokal di dalamnya. Tengok saja dongeng Timun Mas dari Jawa Tengah, Si Kabayan dari Jawa Barat atau juga Pengeran Si Katak-katak dari Sumatra Utara. Sampai saat ini, dongeng masih memiliki tempat di hati anak-anak Indonesia. Hal ini disebabkan oleh kemasan dongeng yang merupakan perpaduan antara unsur hiburan dengan pendidikan.
            Unsur pendidikan ditujukan melalui pesan yang dimuat, baik melalui cerita yang terakhir dengan kebahagiaan maupun kesedihan. Inti dari sebuah dongeng dapat dijadikan bahan perenungan bagi audiensinya. Unsur hiburan merupakan “bumbu penyedap” supaya penyampaian dongeng tidak menimbulkan kebosanan, bisaanya dengan dialog interaktif antara pendongeng dengan audience atau dengan humor. Karena jika terjadi kebosanan terhadap anak, maka anak akan tidak minat untuk mempelajari apa itu dongeng. Jangankan mempelajari, mendengarkannya saja sudah malas. Sehingga nilai-nilai karakter yang terkandung di dalamnya tidak bisa disampaikan.       
            Meningkatkan bahkan menumbuhkan nilai-nilai karakter pada anak, sedang gencar-gencarnya dilakukan oleh bangsa ini. Bangsa ini sudah cukup parah, jika generasi penerusnya kelak tidak mempunyai nilai-nilai yang berkarakter. Tentunya menumbuhkan nilai-nilai berkarakter pada anak tidaklah mudah. Banyak faktor yang menghambat bahkan mematikan nilai-nilai berkarakter tersebut. Butuh pengajaran yang kontinue dari berbagai pihak, mulai dari keluarga, lingkungan tempat tinggal anak berada, hingga sekolah.
            Sekolah merupakan tempat penumbuhkembangan karakter dan budaya yang baik (Kastam Syamsi  2008). Salah satu penumbuhan nilai berkarakter di sekolah dapat diajarkan melalui sastra. Ketika pembelajar membaca sebuah karya sastra, mereka akan menemukan nilai budaya yang terkandung di dalamnya, dongeng salah satunya. Menurut pengamatan peneliti dongeng sangat baik digunakan dalam pembelajaran, karena siswa akan lebih tertarik dengan adanya dongeng dalam pembelajaran. Hal ini sesuai dengan pandapat Abdul Aziz Abdul Majid (2002: 30) yang mengatakan bahwa dongeng dapat meningkatkan kemampuan berbicara pada anak. Dongeng diceritakan terutama untuk hiburan walaupun banyak juga melukiskan kebenaran, berisikan pelajaran (moral) bahkan sindiran.
            Akan tetapi dalam penerapannya, ketika anak diintruksikan untuk mendongeng, banyak kendala yang dihadapi. Kurangnya pengetahuan anak mengenai cerita yang akan diceritakan, hingga tidak ada media yang mendukung untuk mengkonkritkan apa yang masih abstrak dipikiran anak menjadi faktor-faktor penyebab. Dengan begitu akan mengakibatkan efek kejenuhan siswa dalam mengikuti mata pelajaran bahasa Indonesia, khususnya sastra karena kebanyakan guru menggunakan atau mengajarkannya hanya dengan metode ceramah. Sehingga kemampuan anak dalam berbicara, rendah (Eka Ratnawati 2010). Seperti yang terjadi di desa Sunan Ampel, Blotongan, Salatiga. Anak-anak di sana, ketika ditanyakan mengenai cerita rakyat setempat, tentang Baruklingting misalnya. Hampir seluruhnya tidak mengetahui cerita tersebut. Begitu memprihatinkan memang, cerita yang terjadi di sekitar tempat tinggal mereka sendiri saja tidak mengetahuinya, bagaimana dengan cerita-cerita lain yang ada diberbagai daerah yang tentunya memiliki nilai-nilai moral tinggi di dalamnya.
            Salah satu upaya dalam mengatasi dan berupaya untuk meningkatkan kemampuan mendongeng, yaitu menggunakan media wayang kardus. Sering kali kita menganggap wayang merupakan sesuatu yang membosankan dan kuno, akan tetapi wayang yang sarat filosofi ini dapat dikembangkan menjadi media kampanye dan pendidikan lingkungan yang menarik. Wayang yang tadinya dibuat dari kulit sapi  atau wayang dari bahan daur ulang dikembangkan, sehingga mudah diaplikasikan oleh semua orang termasuk oleh guru bahasa Indonesia.
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas maka dapat ditemukan permasalahan-permasalahan (1) bagaimana strategi untuk meningkatkan keterampilan mendongeng anak, (2) seperti apa strategi dalam mendongeng untuk dapat menumbuhkembangkan pendidikan karakterdan (3) seperti apa keefektifan media wayang daur ulang. Berdasar rumusan masalah tersebut, diharapkan penerapan media wayang daur ulang sebagai media kreatif, mampu membantu guru dan siswa khususnya dalam keterampilan mendongeng. Serta sebagai sarana pemanfaatan barang bekas berupa menjadi sebuah karya kreatif.
            Manfaat yang diperoleh dalam tulisan ini dapat dilihat dari dua segi. Yakni segi teoretis dan praktis. Dari segi teoretis program ini bermanfaat untuk: (a) meningkatkan keterampilan mendongeng siswa; (b) menumbuhkan pemahaman siswa akan cerita-cerita rakyat yang berkembang di Indonesia. Sedangkan dari segi praktis, tulisan ini bermanfaat untuk: (a) Menumbuhkan kreativitas khususnya guru dalam menyediakan sebuah media pembelajaran yang kreatif; (b) pemanfaatan barang bekas menjadi sebuah media pembelajaran; (c) menumbuhkan nilai-nilai berkarakter siswa.

DONGENG DAN MENDONGENG
            Dongeng dan budaya mendongeng telah berkembang di Indonesia sejak zaman dulu. Perkembangan dongeng pada awalnya hanya terbatas di lingkungan kerajaan dan dilakukan oleh orang yang benar-benar mahir mengdongeng. Perkembangan selanjutnya, dongeng disampaikan oleh para orang tua kepada orang yang lebih muda atau anak-anaknya. Lingkupnya pun tak hanya di lingkungan kerajaan,tetapi sudah lebih luas lagi seperti di lingkungan masyarakat pada umumnya. Cerita yang disampaikan biasanya berupa cerita rakyat yang berkembang pada saat itu, seperti mite, legenda, atau dongeng. Menurut James Danandjaja dalam bukunya Foklor Indonesia- Ilmu Gosip, Dongeng, dan Lain-lain, dongeng termasuk cerita rakyat lisan yang tidak dianggap benar-benar terjadi oleh yang empunya cerita. Dongeng juga tidak terikat oleh tempat maupun waktu, karena dongeng diceritakan terutama untuk menghibur. Meskipun demikian, banyak pula dongeng yang berisi ajaran moral, melukiskan kebenaran, bakhan ada pula yang mengandung sindiran.
             Sedangkan dalam KBBI (2002: 274) yang dimaksudkan dengan dongeng adalah 1) cerita terutama kejadian zaman dahulu yang aneh-aneh atau cerita yang tak terjadi benar, 2) perkataan (berita dan sebagainya) yang bukan-bukan terjadi, baik oleh penuturnya maupun oleh pendengarnya. Dongeng tidak terikat oleh ketentuan tentang pelaku, tempat, dan waktu terjadinya boleh kapan saja dan tempat terjadinya dapat di mana saja (Depdikbud 1980: 61).
            Merujuk pada pengertian di atas, bisa dikatakan bahwa cerita-cerita di dalam dongeng semata-mata hanyalah khayalan. Akan tetapi, sekalipun kita bercerita tentang hal-hal yang bersifat khayal, kita tidak boleh berdusta. Yang ingin kita sampaikan bukan tentang khayal atau bohongnya, tetapi nilai-nilai luhur di balik cerita dalam dongeng (khayal) tersebut.
            Kita juga tidak pernah tahu siapa yang mengarang atau mencipta dongeng tersebut. Bahkan dongeng sering dianggap tidak ada pengarang atau pencipta alias ‘no name’. Mengingat cerita-cerita dalam dongeng itu semata-mata adalah ‘khayalan’ atau ‘bohongan’ atau ‘bualan’, maka sudah selayaknya kita berhati-hati dan perlu ada keberanian untuk mengungkap hal-hal kebenaran, sekalipun itu melalui sebuah cerita khayalan atau bohongan. Yang justru harus kita pupuk adalah rasa simpati dan harapan positif terhadap dongeng sehingga kita akan mendapat banyak manfaat dari mendongeng.

MENDONGENG DI SEKOLAH
            Bila kita mendengarkara ‘dongeng’ atau tahu ada kegiatan mendongeng, maka yang pertama kali terpikirkan adalah sesuatu yang berhubungan dengan anak-anak. Namun, pada kenyataannya, setiap kali digelar pertunjukan/ acara mendongeng, tidak hanya anak-anak saja yang tertarik. Setiap orang tua yang ada di sekitar tempat pertunjukan mendongeng itu pun ikut hanyut dan tertarik. Bahkan tidak heran bila semua yang hadir ikut tenggelam dalam suasana dongeng yang dibawakan oleh si pendongeng.
            Hal itu membuktikan bahwa tak hanya anak-anak yang tertarik akan dongeng. Para orang tua pun senang mendengarkan dongeng. Semakin hari semakin banyak orang yang mau belajar mendongeng. Kegiatan mendongeng di sekolah ini biasanya dilaksanakan di aula ataupaun ruang kelas. Dengan demikian, si pendongeng bisa mendongeng sekaligus menyampaikan misi/ pesan dari sekolah agar anak-anak semakin gemar membaca dan semakin mengoptimalkan penggunaan buku-buku di perpustakaan, misalnya. Dengan membaca, si anak akan memahami logika berbahasa dengan lebih mudah.
            Dan lebih dari itu semua, dongeng juga diyakini dapat mengembangkan kemampuan berimajinasi. Selain itu, dongeng juga sangat efektif untuk memotivasi daya kreasi anak. Satu hal lagi, dongeng juga merupakan sarana pembelajaran nilai-nilai moral bagi anak. Karena itulah, kalau memang si anak lebih cepat menangkap pelajaran lewat dongeng, tak ada salahnya apabila para guru menyampaikan materi dengan (diselingi) mendongeng. Cara ini tentu akan lebih menarik dan si anak pun merasa lebih enjoy untuk belajar. Para guru pun bisa lebih rileks karena tak harus selalu menyampaikan materi pelajaran dengan cara-cara formal dan kaku yang membuat si anak merasa cepat bosan.

DAYA PIKAT DONGENG
            Dongeng tak hanya penting dan bermanfaat bagi kita. Kita tak dapat menyangkal bahwa dongeng juga memiliki daya pikat dan pengaruh yang luar biasa besar. Apabila dilengkapi dengan kemampuan si pendongeng yang membawakan dongengnya dengan piawai dan hebat, dongeng bisa menjadi alternatif hiburan yang penuh pesona. Sudah barang tentu kemampuan si pendongeng ini akan menjadi hal yang paling istimewa. Anak-anak pun akan merasa terkesan setelah mendengarkan dongeng.
            Untuk menciptakan daya pikat dalam mendongeng, seorang pendongeng harus mampu mengail perhatian audiensnya dengan mengandalkan suara-suaranya yang beraneka ragam. Bisa juga dengan mengemas gaya punggung (gaya teater) dan gaya bisu (pantonim) secara lebih ekspresif. Atau dilengkapi dengan kemampuan lain yang dimiliki. Dengan demikian, mendengarkan dongeng tak hanya menangkap suara si pendongeng, tetapi juga menikmati gaya, gerak, ekspresi, serta kemampuan lain seperti menari, menyanyi, bahkan berain alat musik.
            Banyak pula pendongeng yang mengembangkan daya pikat dongeng dengan penampilan penuh karisma dilengkapi peralatan-peralatan yang bagus dan sempurna, misalnya dengan boneka. Sebagai contoh, Gatot Soenjoto dan boneka Tongki-nya, Ria Enes dan boneka Susan-nya. Mereka sangat mahir memainkan dan menyuarakan boneka-bonekanya. Tampil mendongeng dengan hebat dan memikat merupakan hal yang sangat menggembirakan.
            Saat ini anak-anak telah mengenal CD/ DVD dan segala perangkat audio visual interaktif yang telah diprogram dengan berbagai macam permainan dan cerita yang bisa dipilih sesuka hati. Begitupun dengan acara-acara di televisi yang disuguhkan di berbagai channel.Sepertinya pilihan untuk sekadar memuaskan keinginan si anak untuk bermain amat beragam.
            Namun demikian, tradisi lisan dalam dongeng akan tetap memiliki dan menimbulkan kekuatan imajinatif, karena anak-anak berhadapan langsung dengan si pendongeng. Dengan cara ini, anak-anak dapat mendengar secara langsung tiap-tiap kata yang diucapkan, serta memandang langsung ekspresi-ekspresi serta gaya si pendongeng yang akan menghanyutkan perasaan serta imajinasi mereka dalam alur dongeng yang didengarnya secara lisan.
            Hal inilah yang tidak bisa didapatkan anak-anak bila sedang menonton televisi. Mereka hanya mendengar sekilas, menatap sesaat, atau bahkan mungkin hanya melihat bentuk dan warna saja tanpa bisa memahami isi cerita karena ucapan si tokoh yang terlalu cepat sehingga maksudnya pun tidak jelas. Bahkan, sering sebuah acara atau cerita terpenggal hanya gara-gara ‘si iklan’ lewat.
            Berkaitan dengna hal tersebut, Margaret Read MacDonald (pendongeng asal Seatle dan penulis buku anak-anak) mengatakan, “Ketika Anda mendongeng kepada anak-anak, Anda akan merasakan hanya ada anak-anak di mata Anda dan Anda di mata mereka.” Artinya, dongeng memang memiliki kekuatan untuk menjalin keintiman antara pendongeng dengan pendengarnya. Dan dengan keintiman seperti itu, tak heran jika pesan akan lebih mudah disampaikan.

WAYANG DAUR ULANG SEBAGAI MEDIA MENDONGENG
            Selama ini, indera utama yang difungsikan ketika kita bercerita dengan mulut adalah pendengaran. Untuk mencapai hasil yang lebih tinggi dalam belajar mengajar, hendaknya kita juga merangsang indera-indera yang lainnya yang ada pada pendengar kita. Karena itu, alat bantu dalam bercerita sangat diperlukan. Alat bantu ini biasanya disebut alat peraga.
            Alat peraga dapat membantu kita untuk merangsang indera-indera lain yang ada pada pendengar kita, misalnya pelihat, peraba, bahkan pencium atau pembau dan pengecap. Perlu kita upayakan agar alat peraga yang kita gunakan dapat menjadi sarana yang mendorong pendengar untuk berpartisipasi secara aktif dalam bercerita dan bukan hanya sekadar duduk diam dan mendengarkan cerita dengan pasif. Dengan berpartisipasi secara aktif, pendengar merasa dirinya terlibat di dalam cerita sehingga mereka seolah-olah melihat sendiri peristiwa yang terjadi dalam cerita yang disampaikan. Jika pendengar kita adalah anak-anak, maka alat peraga hendaknya dapat membantu mereka untuk mengembangkan daya imajinasinya yang tinggi.
            Alat peraga dapat berupa apa saja dan dibuat dari bahan apa saja. Namun, ingatlah bahwa pemilihan jenis bentuk dan bahan hendaknya disesuaikan dengan usia anak. Misalnya, anak batita memerlukan alat peraga yang berukuran besar, berwarna menarik, dan terbuat dari bahan-bahan yang aman (tidak tajam, berbau atau beracun); sedangkan alat peraga untuk anak tanggung, dapat dirancang sedikit lebih rumit atau dengan detil yang lebih khusus. Wayang daur ulang misalnya. Wayang merupakan warisan budaya leluhur yang patut dilestarikan. Wayang juga sarat dengan pendidikan karakter dari tiap cerita yang dibawakan oleh dalangnya. Kehadiran wayang daur ulan sebagai media mendongeng untuk anak sekolah dasa sangatlah tepat, karena selain memperkenalkan kepada anak tentang dunia pewayangan, guru memanfaatkan barang-barang bekas yang kurang terpakai untuk dijadikan sebuah media pembelajaran yang mempunyai nilai seni tinggi. Tentunya guru juga bisa memodifikasi wayang dengan cerita yang akan dibawakan, sesuai dengan target sasaran siswa dan wilayah tempat tinggal siswa. Sehingga siswa mampu memvisualkan dan mengkonkritkan sebuah cerita dongeng yang dibawakan oleh guru. Juga sebagai langkah memopulerkan kembali wayang dan budaya ‘mendalang’ bagi generasi penerus bangsa.

DAMPAK POSITIF MENDONGENG BAGI PERKEMBANGAN ANAK        
            Mendongeng dan didongengi merupakan kegiatan yang sama-sama menyenangkan. Kegiatan mendongeng sebenarnya sudah secara langsung memberi kontribusi positif bagi anak. Mendongeng merupakan hiburan yang penuh arti, juga sebagai ajang komunikasi yang efektif dan akrab dengan anak-anak. Tak hanya itu, mendongeng juga memberi manfaat dan dampak positif bagi orang tua, guru atau siapa pun yang menjadi pendongengnya. Karena itulah, agar mendongeng memberikan dampak yang positif dan mampu menyampaikan pesan moral dengan baik, maka setiap orang tua, guru atau siapa pun yang mendongeng butuh trik-trik dalam menyampaikan dongeng.
            Hadirnya tokoh-tokoh di dalam cerita yang disajikan mampu membangkitkan daya imajinasi anak. Selanjutnya dengan daya imajinasinya si anak akan memproses cerita dan kemungkinan mengidentifikasi si tokoh dalam diri si anak. Misalnya, si Timi tikus yang cerdik, si Kancil yang cerdik, si buaya yang jahat, Puteri Sriwedari Loro yang rendah hati, dan lain-lain. Semua itu diharapkan dapat merangsang pembentukan pribadi yang positif khususnya bagi si anak. Sedangkan dampak negatif dari sebuah dongeng penulis rasa tidak ada. Kalaupun ada, rasanya sangat kecil kemungkinannya. Berikut ini beberapa dampak posotif mendongeng bagi perkembangan anak.

Mengembangkan Daya Imajinasi, Kreativitas, Dan Kemampuan Berpikir Abstrak Bagi Anak
            Pada dasarnya anak memang biasa membayangkan dan “menghidupkan” suatu kejadian dalam fantasinya. Apa yang dibayangkannya seolah-olah menjadi kenyataan. Misalnya, ketika anak membayangkan sedang berada di bulan, maka ia akan merasakan seperti sedang melayang-layang. Kemudian ia akan berjalan berjinjit-jinjit, membungkuk, lalu tegak lagi, seperti sedang melayang.
            Artinya, pada batas-batas tertentu kemampuan imajinasi dan abstraksi yang baik dapat berkembang pada keajaman dalam menganalisis suatu peristiwa secara komprehensif sehingga dapat mendorong serta melahirkan perkembangan kreativitasnya.
            Dengan demikian, dongeng mampu mengembangkan daya imajinasi anak dengan membayangkan seolah-olah ia bisa terbang. Kemudian daya kreativitasnya muncul seiring dengan mengaitkan sarung atau taplak meja di lehernya. Selanjutnya, si anak akan merasa bahwa ia adalah seorang Superman yang siap beraksi, sama seperti yang ia lihat di televisi.

Menjalin Interaksi Yang Akrab Antara Anak Dan Orang Tua.
            Melalui media mendongeng, sudah semestinya setiap orang tuaatau guru akan dapat menjajaki pemahaman anak tentang sesuatu hal. Saat mendongeng, sebelum berhadapan dengan anak, kita tidak tahu kondisi dan pikiran mereka. Namun, begitu memasuki suasana mendongeng, setidaknya kita akan tahu keadaan si anak, baik dari sikap, sifat, bahkan sampai ke tabiatnya. Kita bisa melihat langsung dari ekspresinya, ungkapan-ungkapannya, dan luapan-luapan emosinya. Biasanya kalau kita sedang mendongeng, dari sejumlah anak yang kita hadapi, akan muncul juga anak-anak yang berpenampilan beda. Misalnya, anak yang mempunyai sifat pemalu, pendiam, tempramental, pemberani, atau bahkan yang hanya biasa-biasa saja.
            Atau sebaliknya, dari anak yang tadinya tidak punya rasa percaya diri, maka pada saat itu akan berubah menjadi anak yang bisa memiliki kepercayaan diri, walau tidak langsung 100%. Hal ini disebabkan oleh emosi yang muncul saat mendengarkan dongeng, juga keadaan si anak itu sendiri. Pada umumnya, hal-hal yang terjadi merupakan hal-hal yang timbul secara spontan dan bukan hal-hal yang dipersiapkan atau direkayasa.
            Dengan adanya kegiatan mendongeng, maka tidak menutup kemungkinan anak akan menjadi bisa dan terbiasa serta berani mengungkapkan pendapatnya. Sementara itu, orang tua akan lebih dapat memahami apa-apa saja yang dipikirkan atau yang diingingkan si anak. Artinya, melalui aktivitas mendongeng, secara sadar maupun tidak sadar, kita dapat meningkatkan interaksi dengan anak dan menjadikan suasana menjadi lebih akrab.

Melatih Kecerdasan Emosi dan Kepekaan Sosial.
            Mendongeng juga merupakan salah satu cara untuk mengajak anak-anak belajar berempati pada kesusahan atau penderitaan orang lain. Anak juga dilatih agar mampu bersikap optimis dalam menghadapi masalah. Oleh karena itu, pendongeng atau penutur cerita diharapkan tidak hanya sekadar jadi penghibur semata dalam menyajikan dongeng-dongengnya, tetapi juga harus bisa membawa misi dalam menerapkan pendidikan.
            Pendongeng juga diharapkan pintar membaca hati pendengarnya. Secara halus dan tanpa sadar, sesungguhnya anak sedang diajarkan dan dibiasakan berlatih agar mengerti dan berusaha tenang dalam menghadapi dan menerima berbagai situasi. Hal ini juga akan mengasah kepekaan anak terhadap kepentingan sosial yang ada.
Meningkatkan Serta Menunjang Perkembangan Moral
            Pada dasarnya, untuk mengajarkan dan memberikan pemahaman tentang moral pada anak memang bukan hal yang mudah, walaupun bukan hal yang tabu. Hanya saja, masalah ini masih merupakan hal yang sulit bagi anak-anak untuk memahami kata-kata yang abstrak, misalnya mengenai kejujuran, kesetiakawanan, sopan santun, empati, dan segala yang menyangkut soal moral.
            Oleh karena itu, mendongeng adalah salah satu cara mengajarkan hal tersebut. Saat mendongeng, kita bisa memiih tema tentang kebaikan yang dialami dalam kehidupan sehari-hari, misalnya tentang menolong sesama yang kesusahan atau terkena musibah. Dengan cara itu kita diharapkan bisa menjelaskan dan mengajak si anak untuk lebih peduli dengan sesama secara lebih mudah. Dengan menampilkan tokoh-tokoh yang disukai anak, maka anak pun akan lebih memerhatikan dongeng yang kita sampaikan. Terangkan juga mengapa kita harus saling menolong dan saling menghormati. Sebisa mungkin terangkan hal-hal yang sifatnya abstrak (terutama tentang keutamaan moral) dengan cara yang lebih mudah agar anak pun bisa mencerna dengan mudah pula.

Menanamkan Motivasi dan Proses Identifikasi Yang Positif
            Melalui aktivitas seperti mendongeng atau membacakan buku-buku dongeng kepada anak-anak, kita berharap adanya satu perubahan. Anak-anak dapat meniru keteladanan dari cerita-cerita yang kita sampaikan. Dengan sifat teladan si tokoh diharapkan anak akan lebihmudah meniru dan memotivasi dirinya. Demi mewujudkan semua ini, orang tua juga dituntut untuk selektif dan mengerti akan kepentingan pada pendidikan anaknya. Oleh karena itu, penokohan dalam sebuah cerita sangatlah diperlukan untuk menanamkan motivasi berprestasi dalam berbuat baik.
            Pada cerita-cerita yang tokohnya begitu berkesan atau diidolakan si anak, pastinya akan menjadikan sebuah proses identifikasi yang positif. Misalnya, si anak menokohkan Bima, Gatotkaca, Pangeran Diponegoro atau lebih dikenal dengan sebutan Pangeran dari Gua Selarong, Ksatria Garuda Perkasa. Dengan mengidolakan tokoh kesayanganya, secara tidak langsung si anak pun akan meniru segala yang ada pada si tokoh, misalnya kostumnya, cara bicaranya, tingkah lakunya, dan sebagainya.
 Namun untuk menyerap pelajaran dengan baik, bercerita saja tidaklah cukup.  Penelitian membuktikan bahwa kemampuan seseorang untuk menyerap (menangkap dan mendengar) pelajaran berbeda-beda, sesuai dengan alat bantu yang digunakan ketika pelajaran berlangsung. Berikut adalah skala kemampuan seseorang dalam menyerap pelajaran.

            Jadi, dongeng merupakan sarana yang efektif untuk berkomunikasi dengan anak-anak. Dalam keadaan apa pun dongeng mampu menjadi ‘jembatan’ yang fleksibel untuk menghubungkan harapan orang tua dengan kemauan/ keinginan anak. Dengan daya pikat yang luar biasa, dongeng mampu ‘menggiring’ anak agar bisa seperti yang kita harapkan. Apalagi jika kegiatan mendo
Cerita di atas juga menjadi gambaran bahwa dongeng mampu mengalihkan perhatian anak dan menumbuhkan rasa ingin tahu anak. Asalkan kita mau dan mampu memilih dongeng yang sesuai untuk anak, niscaya anak akan selalu berharap untuk bisa selalu bersama kita dan menuruti apa yang kita inginkan. Bahkan, mereka akan menunggu-nunggu kehadiran kita di sisi mereka.

DAFTAR PUSTAKA           
Asfandiyar, Andi Yudha. 2007. Cara Pintar Mendongeng. Bandung: Dar! Mizan.
Bunanta, Murti. 2008. Buku Mendongeng dan Minat Membaca.Jakarta: Kelompok
             Pecinta bacaan Anak.
Priyono, Kusuma. 2006. Terampil Mendongeng. Jakarta: Grasindo.
Simanjuntak, A.L. 2008. Seni Bercerita: Cara Bercerita Efektif. Jakarta: PT. BPK
             Gunung Mulia.

0 komentar:

Posting Komentar